MENJELANG MAGHRIB

 

Menjalang sore Dela dan Neta sejak tadi masih bermain pasaran. Begitu asyiknya mereka berdua sampai waktu mandi belum selesai.  Buna ibundanya Dela mengingatkan kalau sudah saatnya mandi. Namun mereka masih asyik bermain. Ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka berdua sampai tidak bisa di tinggal.

“Mama aku mau ke pasar dulu kamu yang di rumah jagain adik ya,” kata Neta yang memperagakan seorang mama pada permainannya.

“Ia Mama ini aku jagain adik dirumah,” Dela menjawab peran sebagai kakak yang baik.

 “Mama pergi jangan lupa kakak menyuapi adik ya, kalau nangis digendhong,” kata Nita

“Kakak sayang adik kok, ini aku jaga sambil ku ajak nyanyi ya mama.” pinta Dela (kakak)

Percakarapan mereka yang memperagakan seorang ibu dan kakak dalam keluarga bahagia. Dari dalam ibu Dela hanya tersenyum-senyum saja. Anak-anak bermain peran sangat bagus. Belajar mengunakan bahasa anak mengolah vocal sangat tepat. 

“Kakak minta dibelikan apa?” kata Nita (sebagai peran mama)

“Aku dibelikan cepit pita warna pink, adik boneka ya mama.” kata Dela (kakak)

Kok begitu asyik nya, jangan jangan beneran. Ibu Dela melihat di kamarnya boneka sama jepit pita pink tidak ada lalu menintip dari dalam pintu.

“Oh untuk bermain, jangan bertengakar ya.” Kata ibu.

“Iya bu guru!” Jawab Neta, sambil menata hasil belanjaan tadi dari pasar.

Kemudian ibu masuk lalu keluar lagi dan mengingatkan dan berkata pada mereka berdua.

 “Ayo sudah sore waktunya mandi besok lagi mainnya ya, Dela sudah ya mandi dulu sana”

“Iya bu sebentar,” kata Dela.

Neta bertanya, “nanti kamu salat maghrib tidak? Berangkatya,” ajaknya.

“Iya tapi aku di tunggu ya.” Dela menjawab,

“Beneran kok aku juga mandi dulu trus kita panggil Luna ya.” kata Neta.

 “Luna belum pulang dari sekolah “Dela menyela pembicaraan.

 “Sudah ya. coba kita kesana nanti. Kalau tidak ada berarti belum pulang!” Neta menjawab,

            Adzan Maghrib pun tiba, Neta memanggil Dela untuk diajak jamaah di Mushola. Dengan senang hati mereka berangkat bersama. Yang namanya anak-anak berangkat harus mampir menghampiri teman justru yang jauh dari lokasi Mushola. Jadi waktu iqomah tiba, mereka baru lari mendekat lalu mengikuti iman namanya makmum masbuk.

“Ayo Net, berdiri disini saja jejer sama aku. “kata Dela.

Mulanya Neta berdiri sebaris shof dengan Dela, setelah datang Nisa, Luna datang bergeser satu shof dengan teman-teman yang baru datang. Luna dan Nisa.

“Aku bersama kamu ya mbak.” Kata Neta sambil menoleh arah Dela.

 “Ya, aku gak mau sama Dela.” Jawab Luna.

 “Aku juga … tidak mau” kata Nisa menimpali perkataan yang tadinya sudah ayem menjadi suasana panas.

“Yuk kita maju saja, Dela di dorong menjauh saja, disini hanya untuk kita bertiga.” Kata Nisa dengan angkuhnya. Karena baru cocok mendapatkan sesuatu dari Luna.

Akhirnya Dela di dorong jauh dari mereka berdiri. Dela tampak diam saja masih tetap berdiri ikut salat Maghrib walau air mata membasahi pipi. Rasa sakit hati di tahan di dada. taka da yang tahu kalau hatinya sedang meratap. Di akhir salat nanti akan berdoa sebisanya, memohon agar teman-temannya itu di beri petunjuk kesadaran berteman.

Dalam posisi salat, mereka ramai saling berebut tempat. Suara gaduh membuat tak nyaman yang ada di dekatnya. Yang namanya anak anak hal itu biasa katanya.

Dela pun berdiri jauh dari teman-temannya. Walau belum khusuk ia tetap mengikuti salat berjamaah. Air mata mengalir perlahan. Untung ibu datang ikut berjamaah walaupun terlambat. Ibu melihat kelakuan mereka dengan mata kepala sendiri. Lalu ibu berdiri disamping Dela yang sendirian.

 “Ibu !” panggil Dela lalu mencium dam memeluk ibunya.

“Iya sayang’” sambil membalas pelukan buah hatinya. Dengan usapan lembut tangan ibu membuat Dela semakin kuat. Taka da keraguan untuk mengikuti ibadah salat Magrib. Selesai salat Dela mencium tangan ibunya lalu memeluk ibu erat-erat.

” Aku mau salat kalau ada ibu saja,” katanya.

“Iya nak, sama ibu saja berangkat belakangan ya.” sambil membelai kepala Dela dengan rasa sayang. Di belakang ibu menoleh pada anak-anak mereka sudah pada pergi semua.

Anak-anak memang begitu kalau mau berduyun-duyun bersama-gerombolan membuat geng atau berkelompok. Yang ditemani yang diakrabi saja.

“Kita berdoa dulu ya nak.” ajak ibu dengan anggukan kepala dan perkataan sangat lembut.

“Iya ibu.” jawab Dela senang ibunya di sisinya. Dan ada yang untuk berlindung dari bully teman-temannya.

“Aku mau salat sunnah dulu kamu ikuti ibu ya, agar kamu tak sedih yuk bareng sama-sama” ajak ibu.

Dela menganguk menyatakan setuju. Dengan mengikuti gerakan ibu Dela melakukan sampai selesai tanpa rasa rapai. Hati Dela nyaman bila bersama ibu.  Dalam hati Dela berdoa untuk teman-teman untuk insyaf. Dela ingin bisa bermain bergabung dengan mereka. Namun ada sesuatu yang belum bisa diterima oleh mereka.

“Kita sudah selesai kita pulang yuk.” pinta ibu.

“Eh iya ibu,” Dela yang melamunkan teman-teman menjadi terkejut dengan ajakan ibu. Namun cepat bisa menyesuaikan diri dan mengikuti ajakan ibu.

Mereka keluar Mushola dengan langkah lahi-hati. Tanpa sengaja dilihatnya mereka duduk bertiga sedang berbisik-bisik. Tak melihat kami lewat. Mereka diam membisu, seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka. Dela dan ibu diam saja lewat. Tangan ibu mengandeng tangan Dela dengan lembut lalu melangkahkan kaki turun tangga.

Pagi harinya Neta menghampiri Dela yang sedang bermain sendirian. Pura-pura tidak terjadi apa-apa. Dela di ajak main yang lain yaitu mainan Ingkling.

“Dela ayo sekarng main ingkling yuk ini aku buatkan mainannya,” ajak Neta.

“Iya oke.” Dela menyetujui dengan gembira.

Ibu melihat dari dalam merasa iba sekali pada anaknya. Kenapa anaknya di perlakukan seperti itu. Anakku terlalu baik buat teman-teman. Dijahili saja ia tak balas dendam. Ibu mencoba memanggil putrinya ke dalam.

“Dela coba sini sebentar nak.” panggil ibu.

“Iya ibu sebentar,” kata Dela, Namun Dela tak segera masuk. Dia masih asyik bermain dengan Neta. Sepertinya dia tak mau kehilangan temannya. Lebih mengutamakan bermain dengan berteman dari pada memenuhi panggilan ibu.

Dela merasa memang kesulitan dalam bergaul. Makanya dia terima perlakuan teman-teman kepadanya di anggap angin lalu saja. Dan ia cepat melupakan yang telah terjadi.

Ibu melihat sikap putrinya terharu bercampur bahagia. Belum lama terjadi suadah baikan pada teman-temannya. Begitulah sifat anak-anak yang mudah untuk melupakan masalah yang di hadapi. Ibu hanya berdoa saja semoga putrinya bisa melewati cobaan sosialisasi dengan teman bisa dijalani. Aamiin.

 “Kamu Dela tempat kamu di ini sawah kamu yang ini,” kata Neta.

Di sini saja Net bukannya aku yang sini kenapa kamu pindah nanti aku kejauhan”  jawab Dela.

“Biar aku jalannya tidak usah memakai tangga, kamu juga enak kan.” balas Neta.

Memang ibu memperhatikan cara bermainnya Neta suka tak baik. Namun ibu mengawasi dari dalam, bila mana terjadi sesuatu baru berani mendekat. Bila memungkinkan berbahaya baru mendekat saja.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak